Selain menghasilkan keputusan itu, rapat paripurna terbuka yang dipimpin Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana juga memutuskan mempertahankan DIY sebagai daerah istimewa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan rapat paripurna luar biasa yang dibacakan Sekretaris DPRD DIY Bambang Hermanto ditandatangani langsung oleh pimpinan Dewan dan menjadi sikap politik DPRD DIY yang tertulis dalam surat Nomor 54/ K/DPRD/2010.
“Pertimbangan keputusan tersebut adalah berdasarkan aspirasi mayoritas fraksi di DPRD DIY. Keputusan tentang sikap politik DPRD DIY terkait keistimewaan DIY itu akan dikirimkan ke DPR sebagai masukan untuk ditindaklanjuti,” ujar Bambang Hermanto membacakan keputusan DPRD. Dalam rapat yang juga dihadiri ribuan warga pendukung penetapan itu,enam fraksi menyatakan setuju dengan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, sedangkan satu fraksi, yaitu Fraksi Partai Demokrat (FPD),tidak sependapat.
Enam fraksi pendukung adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP),Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB),Fraksi Partai Golkar (FPG),Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), dan Fraksi PNPI Raya. Sultan saat dikonfirmasi soal keputusan DPRD DIY menyatakan berterima kasih atas keputusan yang dinilainya sesuai dengan aspirasi rakyat. Karena aspirasi sudah dipenuhi, dia pun mengajak rakyatnya menurunkan tensi tekanan kepada pemerintah pusat dan kembali bekerja sesuai dengan profesi masing-masing.
“Mari kita menurunkan tensi, kembali bekerja sesuai profesi masing-masing dan berusaha memenuhi harapan keluarga,” ujar Sultan sesaat sebelum mengikuti rapat paripurna DPRD dengan agenda pengesahan RAPBD 2011 tadi malam. Sultan lantas menyatakan pihaknya akan menunggu pemerintah menyelesaikan dan mengirimkan draf RUUK DIY ke DPR RI.Dia mengajak masyarakat untuk ikut mencermati dan menawar agar RUUK bisa diselesaikan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Dari pihak Istana Kepresidenan hingga tadi malam masih enggan mengomentari sikap yang diambil DPRD DIY.Menurut Julian Aldrin Pasha, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih dalam proses pembahasan RUU DIY yang akan dilakukan bersama dengan DPR.“Nanti akan kita lihat bagaimana hasil akhirnya. Sekarang kan masih akan dibahas dengan DPR,”katanya.Namun dia menggariskan, pemerintah tentu berharap produk legislasi yang dihasilkan DPR mengenai keistimewaan DIY adalah yang terbaik bagi warga Yogyakarta.
Namun, kendati Presiden belum bersikap, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memberi sinyal tidak akan terpengaruh dengan keputusan DPRD DIY dan aksi yang ditunjukkan puluhan ribu masyarakat DIY. “Kita membuat undang-undang, bukan perda (peraturan daerah). Tidak ada mekanismenya dengan DPRD. Kalau buat UU dengan DPR, tetapi (DPRD) bisa saja memberikan pendapat,” kata Gamawan Fauzi seusai mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung DPR Jakarta kemarin.
Dia menandaskan bahwa konsep pemerintah sudah tegas,yakni Gubernur DIY dipilih melalui DPRD. Menurut dia, sikap ini didasarkan atas masukan berbagai pihak, termasuk pertimbangan para pakar. Misalkan bagaimana apabila usia Sultan 95 tahun, lalu bagaimana seandainya Sultan sebagai gubernur salah mengambil keputusan yang berimplikasi hukum.“Kalau usulan pemerintah disetujui DPR, ya alhamdulillah. Kalau tidak disetujui, sejarah mencatat pemerintah pernah mengusulkan konsep itu,”ujarnya.
Mantan Gubernur Sumatera Barat itu menandaskan, semestinya RUUK ini tidak perlu diributkan, apalagi sampai menimbulkan situasi yang panas. Dalam demokrasi, semuanya ada mekanismenya, baik secara hukum maupun politik. Kalaupun ada yang tidak setuju dengan konsep pemerintah, mereka dapat menempuh upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Masyarakat, lanjutnya, tidak perlu khawatir dengan pengangkatan Gubernur DIY melalui pemilihan.
Sebab, kalau dalam pemilihan ternyata tidak ada calon lain selain Sultan, DPRD dapat langsung mengukuhkan Sultan sebagai Gubernur DIY. Jadi, konsep pemilihan ini hanya menggeser kewenangan, dari yang sebelumnya penetapan Gubernur DIY dilakukan pemerintah pusat, maka dengan pemilihan yang menentukan adalah DPRD setempat.Dia membantah konsep gubernur utama dan pemilihan oleh DPRD sebagai jalan tengah.
“Tidak jalan tengah.Konsep awal pemerintah memang seperti itu,”tandasnya. Sementara Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, RUUK DIY belum final karena pemerintah masih mencari formulasi yang tepat. Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, dalam proses penggodokan RUUK, pemerintah menggariskan tiga hal, yakni keutuhan NKRI, UUD 1945, dan tidak boleh mengingkari keistimewaan Yogyakarta itu sendiri. “Kita hormati proses demokrasi dengan baik. Tidak usah dipertengkarkan, tapi bagaimana proses dalam menciptakan RUU bisa mengakomodasi tiga hal tersebut,”kata Djoko.
Dukungan Masyarakat
Selain mendukung penetapan, DPRD DIY juga menyepakati beberapa keputusan lain, yakni mempertahankan keistimewaan DIY dalam bingkai NKRI, mendesak pemerintah pusat dan DPRuntuk segera menyelesaikan RUUK DIY dengan dasar historis,filosofis, dan sosial yuridis. “Putusan ini selanjutnya akan diberikan kepada Mendagri dan DPR,”ujarnya. Sebelum mengambil keputusan, fraksi-fraksi terlebih dulu diberi kesempatan menyampaikan pendapatnya. Fraksi PDIP yang pertama menyampaikan pendapat mengkritik pemerintah pusat yang dianggap mengingkari aspirasi rakyatYogyakarta.
“Dengan mengajukan survei bahwa 71% rakyat Yogya setuju pemilihan, sembari menutup mata terhadap survei yang lain, ini mengesankan bahwa negara ini menganut paham adanya pembedaan ilmu resmi dan ilmu tidak resmi,” ujar juru bicara fraksi terbesar di DPRD DIY Totok Hedi S. Fraksi Demokrat yang mendapat giliran berikutnya menyatakan keistimewaan Yogyakarta sudah final dan tidak ada keraguan sedikit pun terhadap sejarah bahwa Sultan HB IX dan Paku Alam VIII berperan besar dalam berdirinya NKRI.
“Namun format dan penyelenggaraan keistimewaan perlu dikaji lebih mendalam dan utuh agar DIY yang kita inginkan tetap berada dalam bingkai NKRI yang memiliki landasan hukum UUD 1945,”ujar juru bicara Fraksi Partai Demokrat Agung Prasetyo. Namun fraksi partai yang didirikan Presiden SBY ini selanjutnya menyatakan, sejatinya masyarakat DIY telah menerima dua model mekanisme pergantian kepemimpinan, yaitu penetapan yang terjadi saat Sultan HB IX dan Paku Alam VIII ditetapkan oleh Presiden Soekarno dan pemilihan di mana Sultan HB X dan Paku Alam IX memangku jabatan setelah mengalahkan pesaingnya, yakni Alfian Darmawan dan Anglingkusumo.
Sementara di luar ruangan sidang paripurna, puluhan ribu orang yang diorganisasikan oleh lebih dari 44 organisasi dan forum masyarakat pro-penetapan mengikuti jalannya sidang paripurna melalui beberapa televisi berlayar lebar. Sebagian massa lainnya, terutama dari Gerakan Semesta Rakyat Yogyakarta (Gentaraja), Paguyuban Dukuh DIY “Semar Sembogo”,Paguyuban Kades DIY “Ismoyo”, Gerakan Rakyat Mataram memilih mendengarkan orasi adik Sultan,Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo.
Tokoh yang baru saja mengundurkan dari posisinya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat DIY itu menyemangati massa aksi dan mengajaknya untuk tidak berbuat kerusuhan. Dia mengingatkan, semua langkah yang dilakukan rakyat Yogyakarta semata untuk mempertahankan sejarah yang telah dicetak oleh mendiang Sri Sultan HB IX dan rakyat Yogyakarta. “Karena itu, jika mengingkari sejarah dan tidak menghargainya, pemerintah akan dicatat oleh rakyat,”katanya.
Hari kemarin tampaknya menjadi catatan sejarah bagi masyarakat DIY. Sebab hampir semua elemen masyarakat memberi perhatian pada nasib wilayahnya dan turut turun jalan untuk menyampaikan aspirasinya. Sikap ini di antaranya ditunjukkan seluruh elemen masyarakat yang kesehariannya beraktivitas di kawasan Malioboro. Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro (PPLM) Rudianto mengatakan, seluruh anggotanya sepakat untuk tidak menggelar dagangan mereka selama satu hari kemarin. Seluruh anggota PPLM sepakat mengikuti sidang paripurna.
source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/369879/