11.9.10

Agung Etty Hendrawati, Sosok Wanita Tak Dikenal Yang Sudah Mengharumkan Nama Indonesia di Pentas Dunia


Banyak yang bilang bahwa secara fisik, perempuan lebih lemah dan sulit bersaing dengan laki-laki. Namun, pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Tengoklah prestasi Agung Etty Hendrawati dalam cabang yang “sangat laki-laki”, yakni panjat dinding. Pengoleksi juara 1 kompetisi internasional (ESPN X Games 2000), 4 gelar medali emas PON, dan puluhan gelar juara di berbagai kompetisi nasional dan regional (Singapura, Thailand, Cina, dan Malay­sia). Rasa-rasanya tidak ada satu laki-laki pun di Indonesia yang prestasinya semengkilap Etty di cabang ini.

Etty terlahir dari sebuah keluarga sederhana di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta pada 11 Mei 1975. Bapaknya bekerja serabutan dan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Etty adalah anak ketiga dari delapan bersaudara yang harus berpencar ketika orang tua mereka memutuskan bercerai. Dan ia kemudian mendapat jatah untuk tinggal bersama neneknya, ketika duduk di bangku sekolah dasar. Sejak kecil Etty pun harus berjuang dengan membantu neneknya berjualan kue.

Satu hal yang paling menyenangkan di masa kecilnya adalah memanjat pohon dan mengambil buah ranum yang ia bisa makan. Bisa jadi, hobi inilah yang kemudian menjadi fondasi bagi kesuksesan Etty di masa sekarang.

Dengan perjuangan yang tak mudah, lulusan SMA yang pernah menjadi pelayan toko pakaian ini sekarang sudah menjadi seorang atlet panjat dinding dan tebing yang berhasil di kelas dunia.

Pada tahun 2000 dengan tubuh mungilnya, dara yang berjilbab asal Desa Wonosari Gunung Kidul (DIY) ini, berha­sil menjuarai kompetisi panjat dinding internasional di Amerika Serikat. Ia yakin, Indonesia memi­liki banyak calon juara panjat kelas dunia. Etty bernostalgia saat-saat bersejarah dunia panjat dinding Indonesia itu, khusus bagi kelas putri.

Kejuaraan panjat dinding yang berlangsung 18-19 Agustus 2000 itu, merupakan salah satu event yang diselenggarakan tele­visi olahraga ESPN setiap tahun sejak 1995. Karena kejuaraan dunia sehingga pesertanya dari mana saja termasuk atlet Olga Zakharova dari Ukraina, yang menjuarai dunia panjat dinding versi UIAA (United International Association Alpens atau FIFA-nya panjat tebing). Etty pun sempat minder, “Wah badannya besar dan jangkung-jangkung!” Etty saat itu bahkan tidak berani membayangkan keluar sebagai juara, dan hanya mematok target menimba pengalaman saja.

Etty mengikuti cabang speed climbing atau adu cepat meman­jat. Dia mendapat juara pertama, setelah berhasil memanjat dinding setinggi 18 meter dengan catatan waktu 17,39 detik! Sedangkan juara dua diraih, El­ena Repko dari Ukraina dengan waktu 18,11 detik. Baru Olga Zakharova menduduki juara tiga dengan waktu 19,58 detik. Pada acara puncak itu, hanya diikuti oleh delapan peserta mewakili beberapa negara. Etty berhak mewakili Asia-Australia setelah sebelumnya mengalahkan pesaing dari kedua benua ini. Saat ditanya bagaimana reaksi para jago panjat dunia ketika dikalahkannya, Etty menjawab, “Mereka me­nangis! Rupa­nya mereka tidak menduga kalau saya mampu mengalahkan­nya.”

Pulang ke tanah air, Etty membawa beberapa penghargaan. Selain medali dan penghargaan, juga uang seban­yak 11.000 dolar. “Tapi cuma bawa 7.500 dolar AS”, karena sisanya untuk melu­nasi hutang kepada penyandang dana”. Soalnya semua pengeluaran untuk mengikuti kompetisi itu dia peroleh dari pinjaman. Sebab KONI hanya membekali 500 dolar untuk dua orang. Jumlah itu cukup untuk uang saku saja. Namun jerih payahnya juga dihargai oleh KONI pusat. Sepulang dari Amerika itu, dia diundang Bapak Wismoyo Arismunandar (Ketua KONI saat itu). Saya diberi penghargaan berupa uang Rp 20 juta.

Kejuaraan lain yang tidak terlupa­kan adalah World Cup Speed Rock, yang digelar di Val Daone, Italia, pada 2004. Di situ, ”anak Gunung Kidul” ini memecahkan rekor dunia untuk nomor speed climbing dengan catatan waktu 27,43 detik untuk kategori semi­final. Rekor dunia sebelumnya di tangan pemanjat dinding asal Ukraina, Elena Repko, 30,01 de­tik. Tapi, di final, Etty kalah dengan atlet Ukraina yang juga idola­nya itu. Pada tahun 2005 Etty kembali menorehkan prestasinya untuk nomor speed climbing pada ke­juaraan di Italia. Ia membukukan waktu 26 detik, memperbaiki rekor atas namanya sendiri yang dicetak setahun sebelumnya.

Saat ini Etty telah hidup berba­hagia, menikah dengan seorang atlet panjat juga, Nur Rohman Rosyid dan memiliki seorang putra. Pasangan ini merupakan “yang terbaik pada jamannya” bagi dunia panjat di Indonesia. Saat Kejuaraan Dunia ESPN X Games 2000 Rosyid juga berang­kat bertanding dan berada di rangking 6 besar kategori putra. Pada saat masih aktif seba­gai atlet, Etty bahkan bisa menghidupi dirinya sendiri dan membiayai kuliahnya dari dunia panjat dinding.

Selain mendapat uang dari hadiah sebagai juara, prestasi mengkilapnya menjadi­kan ia menjadi buruan sponsor. “Saat itu Etty dibackup oleh perusahaan tas dan minuman ringan” . Bahkan Etty juga sempat membantu orang tua, meski belakangan mereka menolak. Mereka sudah cukup bangga dengan melihat trofi ha­sil prestasinya. Saat ini Etty dan Rosyid aktif membina banyak atlet muda, terutama di lingkup Yogyakarta.

Etty memulai aktivitas panjatnya ketika sekolah di SMA Negeri I Wonosari. Saat itu Etty aktif mengi­kuti kelompok pecinta alam, salah satu kegiatannya adalah mendaki gunung. Kalau di Jawa Tengah, biasanya ke Gunung Lawu, Semeru, Sumbing, dan Merapi. Tapi Etty mulai mengenal betul panjat tebing sebagai olahraga (orientasi prestasi bukan hobi semata) pada tahun 1993, ketika diajak teman nonton eksibisi panjat dinding di IKIP Negeri Jogja.

Saat itulah Etty mulai tertarik. Awalnya, Indra, teman saya meminjamkan per­alatan berupa sepatu dan tali”. Pada awalnya, bahkan Etty adalah orang yang takut ketinggian. Kepalanya terasa pening saat diatas ketinggian, apalagi bila melihat dasar dinding dengan penonton yang terlihat kecil saking tingginya tebing, tapi lama kelamaan Etty terbiasa. Adanya tali-temali se­bagai pengaman dan keberanian sehingga rasa takut surut sendiri. Yang ada kemudian justru kenikmatan dalam memanjat. Sam­pai saat ini Etty mengaku belum pernah jatuh atau cedera yang parah, paling-paling keseleo.

Etty kerap menitikkan air mata jika mengikuti upacara penyerahan hadiah. Hatinya selalu bergetar setiap kali bendera Merah Putih dikibarkan saat Etty menerima medali sebagai juara

Sepanjang tahun 2006, Etty absen dari berbagai ajang kompetisi kejuaraan panjat dinding. Etty harus istirahat lantaran hamil dan kemudian mengasuh bayinya. Tapi, sejak Agustus lalu Etty mulai berlatih lagi mengembalikan keperkasaan tangan dan kak­inya. Tahun depan, Etty akan ikut kompetisi World Cup Speed Rock di Italia. Jika latihan, bayinya yang berumur dela­pan bulan tidak lupa dibawanya. Walau hidup di dunia maskulin, Etty tetap menikmati peran sebagai istri dan ibu.

Perem­puan cool dan ramah ini berpesan pada kawula muda putri supaya mencari posisinya sendiri-sendiri dan serius me­nekuninya hingga benar-benar bisa berprestasi. Tidak masalah dimana pun dunia anda saat ini, berusahalah untuk berprestasi!

Prestasi yang pernah diraih Etty adalah peringkat 7 SPC Difficulty dan Juara III SPC Speed Asian Championship, Tai­wan (1998), Juara I Speed Climbing Asian X-Games Phuket, Thailand (1999), Juara I Speed Climbing Indo­nesia (2000), Meraih 4 medali emas dan 1 perak PON XV (2000), Peringkat 7 (SPC Boulder­ing) Asian X-Games Phuket, Thailand (2000), Juara I Speed Climbing Kejuaraan Dunia ESPN X, San Fransisco, AS (2000), Juara II Speed Climbing Kejuaraan Dunia di Shenzen, Cina (2000), Juara I Speed Climbing UIAA Asian Cup, Kunming, Cina (2001), Juara II Speed Climbing Kejuaraan Dunia di Kuala­Lumpur, Malaysia (2001), Juara III Speed Climbing Asian X, Kuala Lumpur, Ma­laysia (2002), Juara II World Cup Speed Rock, yang digelar di Val Daone, Italia (2004), dan Juara I pada 2004. World Cup Speed Rock, yang dige­lar di Val Daone, Italia (2005).

Mau lihat aksinya...Disini

1 komentar:

  1. tolong uploadkan vidio-vidio etty saat ikut kompetisi dunk, kalo bisa semuanya di blog ini. trims'...(Prince Climb)

    BalasHapus