31.7.10

Tulisan Paling Membanggakan yang pernah saya baca tentang Indonesia


Ini mungkin tulisan paling spektakuler yang pernah saya baca tentang Indonesia.

Anda akan paham, kenapa visi "Imperium III" bisa terjadi, dan bagaimana Indonesia, bisa jadi bangsa terunggul di dunia. Anda mungkin belum tahu, bahwa banyak anak-anak Indonesia, termasuk dari Papua yang memiliki kecerdasan super-genius setara Einstein dengan IQ rata-rata diatas 150. Dan bahwa banyak putra-putra terbaik Indonesia berada di pusat-pusat sains dan teknologi terunggul di dunia. Ini bukan impian, ini kenyataan yang akan terjadi. Selamat menikmati.


Pemuda Indonesia Pada 80 Tahun “Sumpah Pemuda”
28 Oktober 1908 – 28 Oktober 2008
Oleh : Ishadi, SK*


Jumat pagi tanggal 18 Juli lalu saya berkesempatan breakfast meeting dengan Prof. Yohanes Surya Ph.D., yang memperkenalkan program Tim Olympiade Fisika Indonesia (TOFI), sebuah usaha untuk menetaskan juara fisika, di panggung dunia. Usahanya didorong obsesi untuk suatu ketika tampil seorang pemenang Nobel Fisika dari Indonesia.

Bukan hanya mimpi, karena seorang mahasiswa jurusan Fisika ITB, Anike Nelce Bowaire (dari Papua ; red), memperoleh penghargaan First to Nobel Prize in Physic 2005 dalam Kejuraan Fisika Dunia di Amerika. Anike sekarang belajar di MIT – Massachusetts Institute Of Technology di A.S., Universitas yang melahirkan paling banyak pemenang Nobel dunia. Anike adalah anak didik Prof. Dr. Yohanes yang mengikuti Program Olympiade Fisika Nasional sebuah program pelatihan khusus untuk anak-anak berbakat di Indonesia.

Menurut dia, Indonesia memerlukan paling tidak 10,000 orang yang memiliki keahlian “advance In science and technology” sebagai persyaratan dasar sebuah bangsa untuk mengembangkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Sekarang ini baru sekitar 100 orang yang tercatat memiliki keahlian dibidang itu, padahal berdasarkan uji statistik rata rata terdapat seorang genius diantara setiap 10.000 orang di dunia. Karena Indonesia berpenduduk 230 juta secara teoritis paling tidak seharusnya terdapat 230,000 orang jenius di Indonesia! Sebuah potensi besar untuk menemukan para ahli di bidang “Advance Science and Technology”.

Kejeniusan seseorang diukur tingkat IQ-nya yang minimal 140, dan tidak mempunyai korelasi dengan standard gizi yang dikonsumsi sehari-hari. Jenius adalah sebuah bakat alam yang ada sejak dilahirkan. Masalahnya adalah sebagian terbesar anak-anak jenius ini tidak diolah, dilatih dan dididik secara proper. Jenius hanyalah potensi dasar.

Sebagai contoh, bulan September 2004, Andrey Awoitau, murid SMP kelas 1 di Papua ditemukan mempunyai bakat jenius. Oleh Prof. Yohanes, kemudian mebawanya ke Jakarta. Setelah dilatih secara khusus selama 8 bulan, Andrey diikutkan pada kompetisi Olympiade Matematika Indonesia dan memperoleh Medali Perak. Delapan bulan berikutnya lewat berbagai pelatihan lanjutan, Andrey memperoleh Medali Emas dengan mengalahkan Ivan Christanto – Juara Dunia Olympiade Matematika.

Bulan Agustus 2005, Prof. Yohanes melakukan penelitian acak diantara 27 SMU Negeri dan 17 SMU Swasta di Jakarta. Hasilnya dari 1,500 siswa yang diteliti, 300 siswa mempunyai IQ 140, dari jumlah itu 44 siswa memiliki IQ 150 – melewati tingkat jenius. Ahli fisika dunia Albert Einstein penemu teori relativitas memiliki IQ 150. Sedangkan Prof. Dr. Wiryono Karyo, Sekjen Departmen Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai IQ 170.

Bulan November 2005, Prof. Yohanes lewat penelitian lain terhadap 400 siswa SMA kelas 1 Kabupaten Toba, Samosir, menemukan 6 orang dengan IQ 150 – super jenius. Sejak program TOFI (Tim Olympiade Fisika Indonesia) diluncurkan tahun 1993, pelajar binaannya sudah merebut 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu di berbagai kompetisi Matematika/Fisika Internasional.

Jumlah ini bertambah ketika 3 minggu lalu TOFI memperoleh 2 medali Emas, 2 medali Perak dan 1 medali Perunggu pada International Physics Olympiad ke-39 di Hanoi, Vietnam. Sebelumnya Kelvin Anggara (SMU Sutomo, Medan) untuk pertama kalinya dalam sejarah memperoleh medali emas di Olympiade Kimia Internasional di Budapest (12-21 Januari 2008).

Yang paling terkenal, Yonatan Mailoa, siswa kelas 3 SMA Penabur BPK (IQ 153) yang pada bulan Juni 2006, merebut Medali Emas Fisika Dunia, setelah memenangkan kompetisi yang diikuti oleh 356 peserta dari 85 Negara. Mailoa sekarang melanjutkan kuliah di MIT – Massachusets Institute Of Technology, A.S. Bulan Juli 2007, Muhammad Firmansyah Kasim, murid kelas 1 SMU Negri Makasar (IQ 152) memperoleh dua medali emas: masing-masing untuk kejuaraan Olympiade Asia di China diikuti oleh 80 Negara dan Olympiade Dunia di Iran yang diikuti oleh 90 Negara.


Prof. Nelson Tansu Ph.D, memperoleh gelar Professor Fisika pada umur 25 tahun dari Pennsylvania State University, hanya sepuluh tahun setelah lulus SMU Dr. Sutomo 1 Medan, Nelson menjadi Profesor termuda dalam sejarah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Sementara itu Reza Pradipta berumur 23 tahun saat ini sedang kuliah untuk memperoleh gelar Doktor Teknologi Nuklir di MIT – salah satu perguruan Tinggi terbaik didunia.

Kita masih ingat sebuah Majalah Politik Terkemuka A.S. ”Foreign Policy”, (yang merupakan salah satu majalah jaringan Group ”Washington Post”,) – edisi Mei 2008, menempatkan Dr. Anis Baswedan yang sekarang Rektor Universitas Paramadina – sebagai salah satu dari 100 ”World public intelectuals”, sejajar dengan Al Gore, Noam Chomsky, Francis Fukuyama, Umberto Eco, Lee Kuan Yew, sejarawan India – Ramachandra Guha dan Penulis Fareed Zakaria.

Bulan April 2004, pada kejuaraan Fisika antar tujuh universitas paling prestigius didunia – Harvard University; University of California – Berkeley California; Princeton University; California Institute of Technology; Stanford University; Bremen University dan MIT- Massachusetts Institute of Technology keluar sebagai juara setelah mengumpulkan penghargaan terbanyak. MIT mengirim 7 orang mahasiswa, 3 diantaranya mahasiswa Indonesia yang sedang belajar perguruan tinggi tersebut.

Untuk merealisasikan mimpinya Prof. Yohanes berencana mendirikan paling tidak 10 kelas super di Indonesia. Masing-masing kelas terdiri dari 20 orang yang dipilih diantara siswa yang mempunyai IQ diatas 140 dan ditempelkan di SMU unggulan di Indonesia. Sekarang ini ada satu kelas yang sudah ditempelkan ke SMU 3 Jakarta. Kalau program ini berjalan baik dipastikan dalam dua tahun, akan lebih banyak siswa Indonesia yang menjadi juara Olimpiade Asia maupun Dunia.

Tanggal 3 sampai 10 Agustus 2008 di Bali, Indonesia menjadi tuan rumah ”Asian Science Camp”, ajang pelatihan siswa unggul seluruh Asia. Mereka dilatih oleh enam pemenang hadiah Nobel diantaranya: Professor Masatoshi Koshiba (2002) Nobel Fisika Jepang, Professor Yuan Tseh Lee (1986) Nobel Kimia Taiwan, Professor Douglas Osherroff (1996) Nobel Fisika USA, Professor Richard Robers Erns (1991) Nobel Kimia Switzerland. Indonesia mengikut sertakan 350 peserta.

Beberapa mantan juara Olyimpiade Fisika yang telah menjadi peneliti di luar negri menjadi pembicara diantaranya Prof. Nelson Tansu, Profesor termuda di A.S., Prof Johny Setiawan yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy – satu-satunya astronomy non-Jerman di Institute itu –yang menemukan delapan planet di tata surya lain, tiga diantaranya planet HD 47536c; HD 110014b dan HD 110014c, akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi, dan Dr. Rizal Fajar satu dari 8 scientist yang merancang dan menerbangkan ”probe” – laboratorium penelitian angkasa luar A.S., yang berhasil mendarat di Planet Mars.

Indonesia nyatanya tidak hanya kaya sumber daya alam (SDA), namun juga sumber daya manusia (SDM). Mantan Presiden Habibie adalah seorang jenius yang lulus dari Perguruan Tinggi Rheinisch – Westfalische Technice Hohscule, Achen, Jerman dengan nilai Summa Cumlaude dibidang ”teknologi pesawat terbang” – Habiebie menjadi doktor pertama di dunia yang memperoleh Summa Cum-laude di bidang itu.

Prof. Habibie selama bermukim di Jerman menjadi warga negara kehormatan negara itu dan menjadi salah satu Vice President Pabrik Pesawat Terbang MBB – Messerschmitt Bolkow Blohm. Dialah yang menemukan rumus keretakan pesawat terbang. Penemuan itu sangat membantu upaya mendisain pesawat penumpang raksasa yang dibuat di pabrik Boeing maupun Air Bus. Rumus nya dipakai untuk mendisain pesawat Jumbo Boeing 747 dan Boeing 777 serta Air Bus A380.

Temuannya menyebabkan Habibie dikenal sebagai ”Mr. Crakers”. Habibie tahun 1976 merintis pendirian industri penerbangan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio) di Bandung. Banyak orang muda Indonesia pintar yang didorong keperluan memperoleh fasilitas labaratorium dan lingkungan budaya peneliti yang advance terpaksa sementara bermukim di luar negri.

Ketika IPTN berhenti mendisain dan memproduksi pesawat, ratusan pegawai ahli yang sebelumnya belajar di berbagai universitas ternama dunia hengkang ke berbagai negara dan menjadi tenaga inti diperusahaan yang ditempati. Di Malaysia terdapat 200 karyawan ex IPTN yang menjadi tenaga inti dari Pabrik Komponen Pesawat di negara itu. Pabrik itu menjadi supplier untuk Air Bus A320, sebagian bahkan di “forward” ke PT Dirgantara Bandung karena mereka sendiri sudah “over-load”!

Di pabrik pesawat Embraer Brazil ada 100 tenaga Teknik Penerbangan Indonesia 5 diantaranya sudah menjadi tenaga tetap. Di pabrik Lalu, de Havilland, Kanada terdapat 10 orang Teknisi Penerbangan, sementara di Pabrik Boeing A.S. terdapat 20 orang tenaga teknik Indonesia, termasuk Profesor Sulaiman Kamil Mantan Direktur Teknologi IPTN. Di Pabrik Pesawat terbang CASA Spanyol tempat sebagian tenaga IPTN sebelumnya belajar dan dilatih terdapat seorang Trainer Indonesia Ir. Math. Risdaya Fadil.

Pesawat terbesar didunia Air Bus A380, yang tahun lalu melakukan penerbangan perdana – didisain oleh ratusan tenaga ahli dari berbagai negara. Tenaga ahli Indonesia merupakan kelompok terbanyak yang berasal dari luar Eropah!

Tidak hanya di Industri Pesawat terbang, di Silicon Valley pusat ITC termasuk pabrik Microsoft terdapat 100 ahli IT Indonesia yang bekerja disana. Ahli Indonesia banyak juga yang bekerja di NASA – National Space and Auronatica di Florida A.S. Kalau saja kelak iklim riset science sudah lebih kondusif dipastikan ratusan tenaga ahli Indonesia akan pulang kampung dan bekerja disini. Karena pengalaman empiris membuktikan orang Indonesia yang merantau tidak betah berlama lama diluar negri. Bangsa Indonesia bukan bagian dari bangsa yang suka ber migrasi kenegara lain.

Selain kaya Sumber Daya Alam Indonesia juga kaya dengan SDM – Sumber Daya Manusia Unggul – terdiri dari orang orang muda yang cerdas, hebat dan berbakat. Mereka yang akan membawa Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke lima di dunia setelah Cina, India, Uni Eropah dan A.S. menurut ”Visi Indonesia 2030. Hidup Pemuda Indonesia.



Sragen, 28 Oktober 2008.*
Ishadi S.K.

30.7.10

Faktanya Orang Yang Suka Mengganti Kata Ganti Dengan Nama Sendiri adalah …

Mungkin anda semua pernah menemui orang-orang semacam ini. Ya, orang yang jarang ataupun enggan menggunakan kata ganti ketika berbicara. Yang dimaksud kata ganti di sini misalnya, “Saya”, “Kamu”, “Dia”, dan sebagainya yang lazim digunakan dalam percakapan. Ketika berbicara, dia lebih suka menyebut nama seseorang dibanding menyebut “Dia”. Bahkan, untuk menyatakan “Saya” pun dia lebih suka menyebut namanya sendiri. Juga untuk menyebut “Kamu” dia lebih suka menyebut nama lawan bicaranya.

Contohnya seperti ini, misalkan ada seseorang yang bernama Agan sedang mengobrol dengan seseorang yang bernama Aganwati . Agan disini adalah orang yang enggan menggunakan kata ganti. Aganwati mengatakan pada Agan bahwa dia akan memberitahukan sesuatu hal nanti. Maka Si Agan berujar:
“Entar Agan kabarin Aganwati lagi deh.”
Bagi kita yang tidak terbiasa, percakapan seperti ini akan terasa janggal. Bahkan kita pun mungkin agak canggung ketika menyebut nama diri sendiri ketika berbicara. Kita yang tidak seperti mereka lebih suka menggunakan kata ganti “Saya” ketika menunjuk diri sendiri.
Mereka yang memiliki kebiasaan seperti itu memang biasanya berjumlah sedikit alias minoritas. Kalangan seperti kita yang lebih suka menggunakan kata ganti biasanya menganggap mereka “kekanak-kanakan”. Salah satu dosen ketika menjelaskan adab berkomunikasi dengan seseorang yang dihormati mengatakan bahwa hal itu tidak sopan (relatif, tentu saja). Mungkin saja hal itu benar, karena kalau kita perhatikan, golongan yang masih menyebut nama diri ketika berbicara biasanya adalah anak-anak yang manja.
Bagaimanapun juga, kita harus tetap menghargai mereka dan tidak mengolok-olok karena itulah kebiasaan mereka. Toh, Kita juga akan sangat sulit untuk mengubah kebiasaan kita ketika berbicara. Jadi, bagi merekalah gaya bicara mereka, dan bagi kitalah gaya bicara kita.

Biasanya orang-orang seperti itu punya ciri khas. Contohnya :

Orang yang perkembangan bahasa dan orientasinya belum sempurna. Contohnya, anak kecil. Rani merengek sejadinya, “Rani takut, Pa, Rani takuuut ….” Tapi perkembangan bahasa dan orientasi diri yang tidak sempurna bukan monopoli anak kecil. Orang yang jauh dari peradaban sosial juga.

Orang yang takut tidak terkenal, karakternya tidak kuat, dan merasa orang lain takkan ingat namanya kalau nama itu tidak disebutkan bolak-balik. “Anak rumahan kan emang suka nyebut nama, soalnya takut orang lupa ama nama mereka,” komentar Nang Eddri Sumitra, novelis Rahasia Meede dan Negara Kelima. Saya sepakat dengan Uda Eddri. Coba, seberapa kerap di TV kita mendengar si Betty (ini cuma nama generik lho) mengucap, “Jangan lupa dukung Betty ya malam grand final nanti.” Atau di radio, “Jangan kemana-mana, pendengar. Betty akan kembali setelah pesan-pesan berikut ini.” Padahal Betty ini kalau lagi tidak siaran ngomongnya ya tetap pakai lu/gue.

Orang manja atau egois. Jules César, kaisar Romawi terbesar, sering menyebut namanya sendiri dalam percakapan. Barangkali untuk memperlebar jarak dengan orang yang diajaknya bicara. Bahwa yang diajaknya bicara (bahkan dirinya sendiri) lebih rendah dari karismanya. Atau mungkin juga si César itu cuma seorang narsis. “Ini terkait dengan ego yang besar, dalam artian individu itu terpaku dengan dirinya sendiri. Sedikit bocoran nih, kalau orang melamar pekerjaan dan menyebut dirinya dengan namanya, susah buat diterima! Soalnya pewawancara akan menganggap dia selfish,” terang Pritha Khalida, co-writer sitkom The Coffee Bean Show yang sekaligus Sarjana Psikologi.

Orang yang canggung atau berusaha sopan. Ini terjadi, masih menurut Pritha, salah satunya pada, “Seorang anak terhadap ortu atau orang yang umumnya masih saudara tapi lebih dewasa. Ketimbang bilang ‘Mas, aku mau pergi’ biasanya lebih sering anak itu bilang ‘Mas, Desi mau pergi.’” Di sisi berlawanan, saya juga menemukan orang dewasa yang canggung terhadap lawan bicaranya yang di bawah umurnya (atau sebaya). Canggung untuk mengamu-kamukan, maka kalimat yang dia pilih adalah, “Kalau Pipit sudah laper, bilang aja, nanti saya bisa berhenti di restoran di sepanjang perjalanan ini.” Yang ini kata ganti orang ketiga untuk mengganti orang kedua (orang yang diajang ngomong). (uniqpost.com)